Resensi Film Hayya (Kekuatan Cinta bag 2: Hayya)



Resensi Film HAYYA (The Power of Love 2: Hayya)


Judul Film
:  The Power Of Love 2: Hayya
Sutradara
: Jastis Arimba
Produser
: Erick Yusuf, Imam T. Saptono, Asma Nadia, Oki Setiana Dewi, Helvy Tiana Rosa
Penulis
: Ali Eunoia
Pemain/Artis 
: Fauzi Baadila sebagai Rahmat, Adhin Abdul Hakim sebagai Adin, Amna Hasanah Sahab sebagai Hayya, Meyda Sefira sebagai calon istri Rahmat, Hamas Syahid, Fajar Lubis,Asma Nadia, Ria Ricis sebagai pengasuh Hayya
Perusahaan Produksi
: Warna Pictures
Tanggal rilis
: 19 September 2019
Asal Negara
: Indonesia
Bahasa
: Indonesia
Setting
: Indonesia dan Palestina

Resensi Film The Power Of Love 2: Hayya

Film ini diawali dengan menceritakan perjalanan Rahmat dan Adin ke Palestina. Mereka sebagai wartawan sekaligus sukarelawan yeng memberikan bantuan untuk Palestina. Kejadian peperangan masih kerap terjadi di Palestina. Saat keadaan chaos, Rahmat menemukan seorang anak bernama Hayya yang masih hidup di tengah puing-puing bangunan yang hancur.

Rahmat dan Adin lalu membawanya ke Kamp Pengungsian. Hayya kehilangan keluarganya, sehingga ia sedih, namun datang Rahmat yang peduli dengan kondisi Hayya, Rahmat sering menghibur Hayya, sehingga terjalin hubungan yang dekat antara Rahmat dan Hayya.

Film ini sangat bagus dalam menceritakan perjalanan Rahmat yang berhijrah pada kebaikan dan peduli dengan dunia islam. Semangat kebaikan yang berkobar dalam diri Rahmat, ternyata ditunggangi oleh obsesinya untuk menjadikan Hayya anaknya. Obsesi ini muncul karena ingin menghindarkan Hayya dari pedihnya peperangan di Palestina, meski ia tahu bahwa anak korban peperangan tidak boleh diadopsi.

Bermula dari Hayya yang tidak ingin berpisah dengan Rahmat. Hayya yang masuk ke dalam Koper Rahmat saat Rahmat pulang ke Indonesia, menggunakan Kapal laut. Sampai akhirnya Hayya ditemukan sudah berada dalam rumah Rahmat.

Film ini mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang kuat, sangat wajar dalam menampakkan emosi yang berupa marah, sedih, menangis, tertawa disajikan silih berganti dan tepat pada waktunya. Menceritakan kisah persahabatan yang tulus antara Rahmat dan Adin.

Adin yang bertampang gondrong, namun hatinya lembut dan bersedia melakukan apa saja untuk sahabatnya Rahmat. Sedangkan tokoh utama Rahmat berhasil menampakkan emosi yang muncul sebagai seseorang yang baru berhijrah pada kebaikan. Seseorang yang masih begitu labil dikarenakan kekecewaan di masa lalu yang ia terima.

Rahmat seperti membuka dirinya untuk bersegera melakukan marathon kebaikan, namun ia lupa pada batas-batas nilai dan norma yang tidak boleh ia langgar, walaupun untuk kebaikan.
Segmen yang paling lucu adalah saat Rahmat dan Adin menyeleksi calon pengasuh Hayya. Begitu banyak calon pengasuh yang diundang Adin untuk diseleksi di rumah Rahmat. 

Pada segmen ini penonton akan dibuat merasakan berbagai emosi mulai dari gemas, sedih, takut, ngeri horor, heran, sampai tertawa ngakak. Hal ini salah satunya calon pengasuh yang bernama Ria Yunita (Ricis) berhasil membawakan perannya yang lucu menggemaskan sekaligus lebay.

Segmen yang menegangkan sekaligus horor saat Hayya ditemukan di rumah Rahmat. Ada lagi yaitu saat Rahmat dan Adin berlari mencari Hayya yang lepas dari pengawasan Ria Ricis. Dan yang terakhir saat Rahmat menikah, padahal Adin sedang melarikan diri bersama Hayya dari kejaran tim ustad Yusuf yang ingin membawa Hayya kembali ke Palestina.

Film ini begitu menyentuh hati, karena sisi-sisi humanisme sangat ditunjukkan. Gambaran tentang cinta antara seseorang yang ingin menjadi ayah dari anak yatim piatu korban perang. Juga kisah tentang rasa setia yang dibalut persahabatan antara Rahmat dan Adin. Dibumbui kisah romantis antara Rahmat dengan calon istrinya. 

Ditambah kembang kasih sayang antara Ayah Rahmat dengan Rahmat, semua berpadu satu menjadi hidangan tontonan yang seru sekaligus membangun jiwa.
Anda yang menonton akan dibawa dalam gelombang rasa dan cinta dengan berbagai emosi yang silih berganti. Tak akan terasa bosan saat menontonnya, karena film terasa mengalir begitu cepat dan tidak terduga. 

Apalagi disambut dengan suara centil Ria Ricis yang berbahasa Melayu, membuat Film ini semakin hidup. Melihat Ria Ricis dalam film ini anda akan merasa gemas, sekaligus terpukau dengan aksinya yang mampu mendramatisir situasi. Top dah Film ini. Film dakwah yang tidak terasa mendakwahi, sebuah film yang akan mengingatkan kita akan penderitaan orang-orang di sekeliling kita.

Saat menonton film ini saya  dan keluarga berada di bioskop Cineplex Sun City Sidoarjo. Alhamdulillah kami bertemu dengan salah satu actor pemain film ini. Bertemu dengan Hamas Syahid yang menjadi duta Palestia. Ia bertugas mengumpulkan donasi dari para penonton yang hadir menonton film Hayya di bioskop itu. Lumayan lah dapat foto Hamas saat keliling ambil donasi, seperti berikut ini:




#Film
#FilmIslami
#FilmMuslim
#FilmBerbudi
#Resensi
#ResensiFilm
#FilmIndonesia
#Palestina
#FreedomForPalestina

#Akhlak



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Film Selam (Salam)

Makna Jadilah Dirimu Sendiri ( Sebuah catatan dari Konferensi Institut Ibu Profesional Di Yogyakarta tgl 17-19 Agustus 2019)

resensi buku resensi novel : Burlian